Senin, 20 Juni 2011

Aku Bukan Teroris - 14

Apakah Anda mencari beberapa informasi di dalam,
? Berikut adalah up-to-date laporan dari para ahli
yang seharusnya tahu.
Novel Handoko Adinugroho

5. Titik Balik

SEORANG perempuan kulihat masuk ke kedai. Tubuhnya dibalut burka warna hitam. Jilbab hitam menutup rapat rambut di kepalanya. Dan cadar yang juga hitam hanya menyisakan sepasang mata yang terbuka. Burka memang telah membungkus tubuhnya hingga ke ujung kaki, namun kulihat ia masih menutupi kakinya dengan sepasang kaus kaki. Kedua belah tangannya pun terbungkus kaos tangan dengan warna yang sama dengan warna kaus kakinya. Meski hanya dengan ruang pandang yang terbatas, aku yakin perempuan itu berkulit putih. Hidungnya pun mancung. Itu bisa kulihat dari cadarnya yang agak maju tepat di bagian ujung hidungnya.

Aku merasa heran dengan penampilannya. Kulihat di luar, siang sangat terik. Beberapa orang yang hilir mudik di depan kedai, kulihat bahkan berkipas-kipas. Sebagian menggunakan lembaran koran, sebagian yang lain dengan kipas yang sesungguhnya. Mereka adalah orang-orang yang selalu berpakaian biasa, lazimnya orang-orang yang biasa kulihat. Para lelakinya mengenakan baju atau kaus lengan pendek, bercelana panjang " bahkan sebagian bercelana pendek " sedangkan para perempuannya ada yang mengenakan celana panjang, ada yang mengenakan stelan blazer dan rok yang serasi. Para perempuan sebagian juga kulihat mengikat rambut mereka yang agak panjang dan membiarkan tengkuk mereka terbuka untuk memberi ruang bagi sedikit hembusan angin mengelusnya. Gerah memang begitu menyengat.

Mereka, orang-orang yang berpakaian biasa itu merasa sangat kegerahan, bagaimana dengan perempuan yang mengenakan busana layaknya perempuan-perempuan Timur Tengah ini? Tidakkah ia merasakan kadar kegerahan yang berkali-kali lipat?

Ternyata keheranan itu merupakan keherananku nomor satu.

Pengetahuan dapat memberikan keuntungan yang nyata. Untuk memastikan Anda mendapat informasi tentang
, terus membaca.

Aku menemukan keanehan lain, ketika kulihat ia membeli bedak. Ya, bedak yang biasa dipakai perempuan untuk mempercantik wajah, menambah cahaya di paras muka, agar tak terlihat pucat. Yang kupikirkan saat itu, mengapa ia merasa perlu membeli bedak? Bukankah yang ia perlihatkan hanyalah sepasang matanya saja?

Itu menjadi keherananku nomor dua.

Perempuan dengan pakaian semacam itu memang bukan sesuatu yang asing bagiku. Sudah sering aku melihatnya di layar televisi di rumah paman. Perempuan-perempuan berbusana serupa itu biasanya kulihat jika parabola kuarahkan ke siaran-siaran televisi Timur Tengah. Di antara hamparan pasir, kulihat mereka berjalan bergerombol. Di sudut lain, mereka kulihat berlindung di balik dinding bangunan yang sudah tak sempurna. Suara dentingan peluru kudengar bersahutan. Mereka seperti sedang terjebak di sebuah wilayah pertempuran. Aku tak tahu pertempuran apa dan di mana, lantaran bahasa yang diantarkan di stasiun televisi itu sama sekali tak kumengerti.

Tetapi di sini, di negeri tropis ini, di Semenanjung Melayu ini, baru perempuan itulah yang kulihat mengenakannya. Memang, banyak di antara perempuan di sini mengenakan jilbab untuk melengkapi penutupan aurat mereka. Bahkan di kampungku, di Pidie, hampir semua perempuan yang melakukannya. Namun yang mereka kenakan hanya jilbab, bukan burka lengkap dengan cadarnya seperti perempuan itu.

Atau jangan-jangan, ia salah satu dari kelompok perempuan yang kerap kulihat di televisi?Tidak mustahil. Sebab setiap hari banyak pendatang dan orang-orang dari luar yang berwisata kemari. Sangat mungkin perempuan itu pun sedang berwisata untuk ikut merasakan indahnya suasana di Kuala Lumpur.

Aku menyambutnya dengan senyum ketika ia menuju ke arahku. Meski tak kulihat belahan bibirnya, namun kutahu ia membalas senyumku. Itu bisa kutebak dari perubahan di kedua kelopak matanya yang sedikit menyipit. Setelah membayar semua barang yang ia ambil " seluruhnya adalah perlengkapan kecantikan bagi perempuan " tanpa berucap sekata pun ia beranjak.

Itulah kali pertama aku melihatnya.

Pertemuan kedua lebih mengejutkan lagi dan menjadi keherananku nomor tiga. Saat itu hari Jumat. Kami semua sedang di rumah. Paman selalu menutup kedainya setiap hari Jumat dan meliburkan semua karyawannya. Usai sholat Jumat, kulihat paman pulang tidak sendirian. Ia bersama dua orang " lebih tepatnya tiga orang karena ada seorang bayi di antara mereka " seorang lelaki yang sebaya dengan Gamal dan seorang perempuan yang mengenakan busana seperti perempuan yang kulihat di kedai. Meski tak yakin, aku menduga perempuan itu adalah perempuan yang pernah kulihat waktu itu. Aku harus merasa tak yakin karena tak kukenali wajahnya. Bagaimana mungkin bisa mengenali seseorang hanya dari sepasang matanya?

Sekarang mungkin saat yang tepat untuk menuliskan poin-poin utama tercakup di atas. Tindakan meletakkannya di atas kertas akan membantu Anda mengingat apa yang penting tentang
.

Tidak ada komentar: